Menyebut Non Muslim sebagai Saudara
Fatwa Syekh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah Ta’ala
Pertanyaan:
Seorang teman yang beragama Kristen tinggal bersamaku dan dia memanggilku dengan sebutan “saudaraku” dan dia juga mengatakan “kita adalah saudara”. Dia makan dan minum bersama kami. Apakah hal ini dibolehkan ataukah tidak?
Jawaban:
Seorang muslim bukanlah saudara bagi orang kafir. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara” (QS. Al-Hujurat [49]: 10).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمُ
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya” (HR. Al-Bukhari [2: 98], Abu Dawud [4893], At-Tirmidzi [1: 268], Ahmad [2: 91], dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu).
Maka seorang kafir, baik itu Yahudi, Nasrani, penganut paganisme (penyembah berhala), Majusi, Komunis, atau yang lainnya, bukanlah saudara bagi seorang Muslim. Tidak boleh menjadikan mereka sebagai sahabat dekat atau teman dekat. Adapun sekedar makan bersamanya di beberapa kesempatan insidental, tanpa menjadikannya seorang sahabat dekat atau teman dekat, hanya seperti pada jamuan umum atau sama-sama hadir di acara makan-makan, maka hal itu tidak mengapa. Adapun menjadikan mereka sebagai sahabat dekat, teman duduk, dan teman makan, maka ini tidak boleh. Karena Allah Ta’ala telah memutus muwalah (loyalitas) dan rasa cinta antara kaum Muslimin dan kaum kafir. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Al-‘Azhim,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sungguh telah ada bagi kalian uswah hasanah (suri tauladan yang baik) di dalam diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari semua yang kalian sembah selain dari Allah. Kami kufur (ingkari) terhadap (kekufuran) kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah semata’” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4).
Baca Juga: Toleransi Bukan Berarti Korbankan Akidah
Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِلَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوْ كَانُوٓا۟ ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَٰنَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ
“Kamu tidak akan jumpai sebuah kaum yang mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. Walaupun orang-orang itu adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadilah [58]: 22).
Wajib bagi seorang muslim berlepas diri dari pelaku kesyirikan dan membenci mereka, karena Allah Ta’ala. Tetapi tidak boleh menyakiti, membahayakan, dan menyerang mereka tanpa hak (tanpa alasan yang bisa dibenarkan), jika mereka tidak melakukan permusuhan kepada kita (kafir harbi). Di sisi lain juga, jangan menjadikan mereka sahabat dekat atau saudara. Ketika berpapasan dan makan bersama mereka di jamuan umum atau sama-sama hadir di acara makan-makan tanpa rasa persahabatan, loyalitas, dan kasih sayang (dengan mereka), maka hal itu tidak mengapa.
Seorang Muslim dalam bermuamalah dengan orang kafir, selama mereka tidak memusuhi kaum muslimin, wajib bermuamalah dengan muamalah Islami. Maksudnya dengan menjalankan amanah, tidak berbuat kecurangan, tidak berkhianat, dan tidak berdusta. Apabila terdapat perdebatan antara Muslim dan kafir, maka debatlah dengan cara yang baik. Bersikap adillah kepada mereka dalam perselisihan tersebut. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala,
وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ
“Dan janganlah kalian berdebat dengan ahlul kitab melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang berbuat zalim dari mereka” (QS. Al-‘Ankabut [29]: 46).
Seorang muslim disyariatkan untuk mendakwahi mereka kepada kebaikan dan menasihati mereka, serta bersabar dalam melakukan hal tersebut. Juga disertai sikap yang baik dalam bertetangga dan senantiasa mengatakan perkataan yang baik. Hal ini berdasarkan firman Allah ‘Azza Wa Jalla,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan mau’izhah al-hasanah (pelajaran yang baik) dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS. An-Nahl [16]: 125).
Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan katakanlah kepada manusia yang baik” (QS Al-Baqarah [2]: 183).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرَ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka baginya pahala sebesar dengan pahala pelakunya” (HR. Ahmad [5: 274], Ibnu Hibban no. 867 dan 868. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1660).
Ayat-ayat dan hadis-hadis semakna dengan ini banyak sekali.
[Selesai]
Syekh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah Ta’ala adalah seorang Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi Periode 1993-1999.
Baca Juga:
***
Link Fatwa: http://iswy.co/e3fnc
Penerjemah: Muhammad Fadli, ST.
Artikel asli: https://muslim.or.id/60837-menyebut-non-muslim-sebagai-saudara.html